Therapeutic part #1

*Inspired from ‘Bowl of Oranges’ lyrics by Bright Eyes (‘LIFTED or The Story Is In The Soil, Keep Your Ear To The Ground’ album)*

Aku ingin bercerita sedikit mengenai pengalamanku beberapa waktu yang lalu. Saat itu aku sedang mampir ke sebuah pameran lukisan. Ketika sedang mencoba memahami dan menikmati karya-karya yang dipamerkan disana aku melihat di sebuah sudut, seseorang yang nampaknya pernah aku lihat. Ah ya, dia itu salah satu musisi favoritku rupanya! Ya, dia itu Connor Oberst, dalam hati aku pun serasa terlonjak dan bahagia bukan main. Langsung saja aku mengumpulkan keberanian untuk menyapanya. Dan kemudian obrolan itu terjadi begitu saja, tanpa basa-basi aku memperkenalkan diriku bahwa aku adalah penggemar beratnya, aku menyukai karya-karya musiknya, dan aku begitu terinspirasi dari lirik-liriknya. Dan tanpa disangka dia mengajaku ngobrol menghabiskan waktu barang sejenak di kedai kopi terdekat. Tak lama kemudian kami pun sedang duduk-duduk menikmati secangkir kopi masing-masing, ditemani beberapa batang rokok. Dan aku pun mulai membombardir dia dengan beberapa pertanyaan yang selama ini membuatku sangat penasaran tentang karya-karyanya. Aku memulai dengan bertanya mengenai Bowl Of Oranges, dan tanpa sungkan dia berusaha menjawab pertanyaanku.

Connor mengatakan bahwa pada suatu hari dia mendapati dirinya tiba-tiba terasa tersadar dari sebuah tidur. Aku sendiri tidak mengerti apakah yang dia maksud tidur yang sesungguhnya atau sebuah pegalaman berharga untuknya yang membuat dia tersadar, aku mengurungkan niat untuk bertanya tentang hal itu, biarlah kita semua tidak mengetahuinya. Dia berkata bahwa ketika dia merasa terbangun itu ada perasaan aneh yang menyenangkan yang menyelimutinya dan lingkungan di sekitarnya. “Saya tidak tahu apakah saya sedang bermimpi atau tidak, saya merasa saat itu saya tidak bisa membedakan batas antara kenyataan dan mimpi. Semua terasa terjadi begitu saja dalam sekejap. Saya mendapati saya terbangun, dan dengan kaget saya melihat sebuah lubang besar di dinding kamar saya. Seberkas cahaya putih kekuningan terlihat berpendar di sekeliling lubang itu, cahaya-cahaya itu terasa amat sangat kuat menarik saya untuk masuk ke lubang itu”. Aku hanya terdiam menyaksikan dia menjelaskan, matanya terlihat menerawang ke atas, seperti sedang mencari sebuah penjelasan di langit-langit di atasnya. “Saya pun segera mengenakan pakaian dan langsung beranjak memasuki lubang tersebut…” Connor memutus lamunanku dengan melanjutkan ceritanya. “Saya kaget, ketika saya melintasi lubang tersebut segera saja tubuh saya terasa sangat ringan! Dan entah mengapa semua benda di sekitar saya terasa memancarkan sinar putih kekuningan…pengalaman tersebut terasa sangat menyenangkan dan melegakan. Saya mendapati diri saya sedang berjalan di sebuah jalan di antara gedung-gedung bertingkat, dan banyak orang yang berjalan di sekitar saya. Saya merasa semua orang yang sedang berjalan tersebut begitu bahagia, mereka semua tersenyum, tertawa kecil sambil berjalan, semua terasa optimis. Saking bahagianya saya sempat merasa tidak dapat melihat, entah mengapa pemandangan bahagia itu terasa menyilaukan bagi saya, mata saya terasa sakit”.

———————————–

“Belum lama saya berjalan, tiba-tiba seseorang menepuk pundak saya dan memberikan sebuah kacamata, dia meminta saya untuk memakainya agar saya bisa melihat dengan lebih nyaman apa yang terjadi di sekitar saya”, Connor melanjutkan ceritanya setelah tadi terdiam cukup lama. “Orang yang tadi memberikan kacamata kepada saya berkata bahwa dunia tempat sekarang berada mungkin agak berbeda dengan dunia asli saya. Disini semua orang tidak tergesa-gesa, semua tidak terburu-buru, semua berusaha menikmati setiap detik yang mereka lalui disini. Mindfulness pikir saya. Setelah saya perhatikan lagi, benar memang, tidak ada yang tergesa-gesa, namun saya melihat semua yang dilakukan orang-orang ini betul efektif. Mereka bisa mengerjakan apa yang harus mereka kerjakan. Mereka menjadi produktif tanpa harus menjadi sibuk…”, ah ya benar pikirku, kita sering merasa kita sibuk maka kita menjadi produktif sepertinya. Bahkan menurutku kadang kita disibukkan oleh banyak hal yang mungkin tidak terlalu perlu. Ah ya, aku ingin sekali menjadi produktif tanpa harus menjadi sibuk.

———————————–

Perutku terasa lapar, akupun memutuskan untuk membeli sebuah cake keju kecil untuk menemani kopiku yang sudah mulai dingin. Sambil mengunyah potongan kecil dari cake itu aku kembali mendengarkan cerita Connor yang nampaknya sangat inspiratif.

———————————–

“Setelah mulai terbiasa dengan dunia baru itu, saya memutuskan untuk kembali berjalan menyusuri jalan itu…” Connor melanjutkan ceritanya. “Sebenarnya ini adalah kejadian yang sedikit mengubah cara pandang saya terhadap dunia, saya menjadi lebih mudah berdamai dengan diri saya sendiri, saya lebih menjadi memahami diri saya, ketika saya lebih memahami diri saya, seringkali saya merasa lebih mudah untuk memahami orang lain. Ya betul bahwa manusia pastilah memiliki sifat yang berbeda, namun saya selalu percaya bahwa seberbeda apapun kita, kita sebagai manusia mempunyai komponen dasar yang sama, secara tidak sadar kita membutuhkan kebutuhan dasar yang sama…kebutuhan yang paling mendasar, kebutuhan untuk merasa bermakna dan kebutuhan akan kehadiran manusia lain. Bahkan untuk seorang tiran paling penjahat dalam sejarah dunia ini, apalah artinya dia jika dia tidak mempunyai budak? Dia bisa dipandang sebagai penguasa ketika ada orang yang dia kuasai, layaknya sebuah gunung yang menjadi tinggi ketika ada permukaan lautan di bawahnya”. Penuturan singkatnya tersebut benar-benar membuat aku…diam.

Sepertinya karena melihat saya yang langsung terdiam dia sedikit menahan dirinya untuk melanjutkan ceritanya, “Bolehkah saya melanjutkannya?” Connor membuyarkan lamunanku…”Ah ya! Maaf! Tentu saja, silakan lanjutkan cerita anda”.


About this entry