Therapeutic part #3

*Inspired from ‘Bowl of Oranges’ lyrics by Bright Eyes (‘LIFTED or The Story Is In The Soil, Keep Your Ear To The Ground’ album)*

Dalam perjalanan pulang, aku terus memikirkan dan mendalami cerita Connor barusan. Sekali lagi, aku tidak peduli apakah semua itu hanya mimpinya, hanya bualan, atau kejadian sesungguhnya. Aku sendiri kini agak sedikit bingung dengan urutan kejadian di cerita itu. Aku paham bahwa ada 2 bagian besar dari ceritanya, yaitu kisah ‘si dokter’ dan kisah ‘awakening‘ dia di awal kami bertemu. Apa hubungannya? Mana yang lebih dulu? Kisah si dokter yang kemudian menyebabkan awakening dalam dirinya, atau kisah si dokter itu terjadi dalam kejadian mimpi/awakening yang dialaminya? Ah sudahlah…kupikir, moral dari ceritanya yang terpenting.

———————————–

Dalam perjalanan pulang juga aku teringat akan orang-orang yang paling kusayang di sekitarku, ingin rasanya aku bisa selalu bermakna untuk mereka. Jujur dalam hatiku aku merasa sangat ingin meyanyikan bait kelima dari Bowl Of Oranges yang indah itu :

That’s why I’m singing, baby, don’t worry
Because now I’ve got your back
And every time you feel like crying
I’m gonna try to make you laugh
And if I can’t, if it just hurts too bad
Then we’ll wait for it to pass
And I will keep you company
Through those days so long and black

Seperti kisah Connor dan dokter, tidak ada hal-hal muluk yang perlu dilakukan, kadang hanya dengan menemani tanpa mengucapkan sepatah katapun bisa sangat melegakan. Kadang ada beberapa masalah yang memang hanya bisa disembuhkan oleh waktu, usaha kita adalah ‘hanya’ sekedar melewati waktu itu sendiri dengan sabar.

Yang aku tahu kini, kadang yang terbaik bisa kita lakukan adalah bukan mengubah masalahnya, tapi mengubah sudut pandang kita terhadap masalahnya. Hidup kita adalah bagian dari masalah, dan begitu pula sebaliknya. Hidup kita adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Sepertinya kini aku mulai percaya bahwa pilihan kita saat ini seperti sebuah batu yang dilemparkan ke dalam danau yang tenang, riak-riak airnya pastilah mengubah sesuatu, baik itu kecil maupun besar. Jika kita melempar batu dari pinggir danau, jelas kita akan membidik dahulu ke depan, kita lemparkan batunya, hasilnya akan ada cipratan-cipratan juga riak air yang mengarah ke kita, ke sekitar batu itu terjatuh, juga ada riak yang berusaha menjangkau lebih ke depan dari tempat batu itu mengenai permukaan danau.

———————————–

Aku berpikir, baiknya sesekali kita tekan tombol pause dalam hidup kita. Setiap masalah dan masa-masa buruk pastilah ada sisi keindahannya. Seperti sebuah tornado, jika kita lihat dari kejauhan dan kita abadikan pada selembar kertas foto, ketika melihatnya pasti kita akan kagum akan keindahan dari tornado/masalah itu sendiri. Mungkin kita akan sedikit bergidik ngeri  ketika membayangkannya, mungkin diselingi sedikit perasaan bersyukur bahwa kita berada di luar jangkauannya, kita bisa mengabadikannya, dan kemudian kita nikmati lagi ‘keindahan’ daya rusak tornado itu lewat secarik foto.

Jika kita melambangkan putih sebagai kebaikan dan hitam sebagai keburukan, apalah artinya salah satunya tanpa yang satunya? Bayangkan jika hidup kita diabadikan menjadi sebuah lukisan, kamu ingin isinya tanpa keburukan? Apa bagusnya? Apa bagusnya sebuah lukisan yang hanya 1 warna putih saja diseluruh permukaan kanvas? Putihnya kanvas bisa membentuk lukisan indah ketika dia bertemu hitam, maka akan terbentuk kumpulan garis yang akan membentuk sesuatu, entah apapun itu bentuknya. Butuh setidaknya 2 warna untuk membuat sebuah gambar. Mungkin akan lebih indah ketika dipenuhi dengan berbagai tingkatan spektrum warna sebagai detail dari lukisan itu.

Lantas aku membayangkan aku mengabadikan cuplikan-cuplikan berbagai kejadian dalam hidupku, kejadian menyenangkan maupun tidak. Semua foto itu aku gantung di dinding, aku berikan frame. Aku mencoba menerka, kira-kira apa yang akan aku pikirkan? Ketika aku mencoba sekali lagi, aku sepertinya bisa melihat jelas bahwa aku akan berdiri terdiam dan terpana melihat foto-foto cuplikan kejadian itu. Aku terpana karena kecantikan dari harmonisasi hitam-putih dan spektrum warna lain di antaranya.

———————————–

Kenapa Bowl Of Oranges? Pikirku mungkin Connor mencoba merangkum semuanya bahwa hidup kita seperti sekumpulan jeruk dalam sebuah keranjang, kadang kita membuat pilihan tepat dengan (tak sengaja) memilih jeruk yang mans dan nikmat, kadang pilihan kita tidak tepat. Namun aku pikir Connor mencoba optimis dengan analogi ini karena jeruk adalah buah yang menyehatkan, bagaimanapun rasanya.

Analogi lainnya mungkin adalah garis kontur tanah di permukaan bumi. Semua naik dan turun, membuat menjadi beragam.

———————————–

Kemudian aku jadi membayangkan sebuah Roller Coaster yang tidak ada naik turunnya, hanya lurus mendatar. Akankah wahana tersebut banyak penggemarnya?


About this entry